-->

"SANG GURU PENDOBRAK TIRAI KEMAPANAN DI ERA GLOBALISASI”


**Tulisan ini telah dimuat di sebuah majalah Ilmiah dan Pendidikan :Info Education,  Vol 73 Januari 2019.

oleh Kang Rakim MGMP SOS Banyumas





PENDAHULUAN
Guru, Pendidik, Pengajar.  Dimanakah perbedaannya?  Atau dimanakah kesamaan antara ketiganya, guru, pendidik, dan pengajar.  Dulu ada sekolah pendidikan guru (SPG), sekarang telah digusur oleh jaman, digusur oleh waktu dan telah termusiumkan.  Kini “Guru” menjadi lahan yang menjadi buruan, telah menjadi sebuah harapan bagi sebagian orang atau bahkan menjadi harapan untuk semua orang.  Tidak terbayangkan bahwa seorang guru menjadi tumpuan bangsa, harapan bangsa.  Di tangan-tangan  guru, generasi penerus bangsa dihantarkan menuju harapannya.  Oleh karena itu guru harus menjadi agen yang mampu mendobrak kemapanan di era globalisasi ini.  Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru agar mampu mendobrak kemapanannya.  Mendobrak tradisi yang hanya sebagai penggugur kewajiban mengajar.  Seperti diungkapkan oleh H.D. Iriyanto (2012 : 13), seorang Isnpirator Metamorfosis, bahwa “Saatnya Guru Menjadi Agen Perubahan”.  Dengan menjadi agen perubahan, berarti seorang guru tidak boleh lagi hadir ditengah-tengah para murid sekedar menggugurkan kewajibannya mengajar.  Sebagaimana diilustrasikan oleh Kathy Paterson (dalam H.D., Iriyanto,  2012:13), bahwa “Mengajar dengan baik dapat diibaratkan orang yang sedang menyalakan api, di mana semakin lama api tersebut semakin besar.  Mengajar dengan baik akan membuat para siswa merasa senang untuk belajar dan membiarkan mereka terus berkembang, terus menyalakan api semangat belajarnya.....”
Sebagai seorang guru mampukan kita mendobrak kemapanan kita sendiri.  Sebagai seorang pengajar, mampukan kita mendobrak tradisi mengajar yang konvensional sekedar menggugurkan kewajiban? Dan sebagai seorang pendidik mampukan kita menyalakan api semangat belajar peserta didik kita yang butuh bimbingan dan uluran tangan kita?  Seperti diamanatkan oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Jelaslah bahwa kita telah diberi amanat untuk menjalankan dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik baik dibidang spiritutal maupun fisik, ketrampilan, kecerdasan dan akhlak yang mulia.  Sebagai seorang pendidik dan sekaligus sebagai pengajar.  Seperti diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara (dalam H.D. Iriyanto (2012 :7), bahwa beliau membedakan antara pengajaran dan pendidikan.  Pengajaran diartikan sebagai proses mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak didik.  Sedangkan pendidikan dimaknai sebagai proses menuntun para murid agar tumbuh menjadi manusia yang selamat dan bahagia, baik dunia maupun akhirat.
GURU ERA GLOBALISASI
Apa itu globalisasi? Menurut Kamus Sosiologi (Haryanta dalam Poerwanti Hadi Pratiwi, dkk., 2016:64), bahwa globalisasi diartikan sebagai keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia diseluruh dunia melalui perdagangan, investasi, dan bentuk-bentuk interaksi lain, sehingga batas-batas suatu negara menjadi sempit.  Sebagaimana di katakan oleh Poerwanti Hadi P., dkk.(2016:65), bahwa globalisasi menimbulkan berbagai konsekuensi modernitas yang membawa masyarakat bertransformasi dari kehidupan tradisional menuju kehidupan modern.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, adanya globalisasi dan modernisasi di berbagai bidang  kehidupan terutama di dibidang komunikasi dan teknologi akan mempengaruhi gaya dan corak hidup masyarakat Indonesia.  Termasuk dalam dunia pendidik.  Dunia pendidikan juga telah mengalami modernisasi di bidang pengajaran.  Dimana para pendidik secara otomatis harus  mempunyai kemampuan di bidang tekonologi dan komunikasi.  Harus bisa melakukan tranformasi, berhijrah dari cara-cara pembelajaran model lama, ke arah yang lebih modern, dan terutama metode yang dapat memicu semangat belajar peserta didik.   Sebab jika seorang guru atau pendidik hanya mengandalkan kemampuannya mengajar tanpa disertai dengan penggunaan teknologi, tanpa metode dan teknik pembelajaran yang memicu semangat dan motivasi belajar peserta didi,  maka akan tertinggal, tergerus oleh waktu, tertinggal dari para peserta didik yang telah menguasai teknologi.  Namun demikian, secanggih apapun media dan teknologi yang digunakan guru, jika metode pembelajaran, strategi pembelajaran, dan teknik pembeajaran kurang tepat maka pembelajaran tidak menarik.  Sebaliknya peserta didik akan kurang semangat apabila dalam metode dan teknik pembelajaran kurang menarik.  Dengan adanya peralatan pendidikan yang modern, otomatis gaya mengajar seorang pendidikpun  juga mengalami perubahan.  Kemampuan mengoperasikan teknologi, seperti OHP, LCD, Komputer, Laptop, HP dan fasilitas teknologi lainnya. 
Di era Globalisasi ini, guru harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk bangkit, membangun pola pikir dan cara belajar yang efektif, tidak konvensional tertinggal.  Guru harus memberikan motivasi yang tinggi.  Guru tidak lagi duduk manis di depan sambil mengamati peserta didik mengerjakan soal-soal latihan, dan larut dengan memainkan HP,  atau gadget.  Di era globalisasi ini guru juga harus berani mendobrak tradisi guru.  Seperti dikemukakan oleh HD Iriyanto (2012:21),  bahwa mengembangkan potensi anak didik sama artinya dengan menempatkan para siswa sebagai manusia yang utuh.  Yakni  manusia yang didalamnya tersimpan potensi kognitif, efektif dan psikomotorik.  Kosekuensinya adalah ketiga potensi tersebut harus mendapatkan sentuhan yang promporsional, agar kelak pada kemudian hari anak didik tersebut mampu tumbuh dan berkembang sebagai menusia seutuhnya. 
GURU ABAD 21 DENGAN KURIKULUM 2013
Era Abad 21 sedang berjalan, sedang kita alami.  Dunia pendidikanpun sepertinya juga dilanda dengan kultur Abad 21.  Dimana dalam Abad 21 ini sepertinya manusia dan masyarakat dunia dilanda dan dikuasai oleh teknologi dan komunikasi.  Sepertinya hidup tanpa alat teknologi komunikasi sepertinya hampa.  Dunia pendidikan pun merekayasa bagaimana mendidik anak, bagaimana mengembangkan ketrampilan dan keahlian peserta didik yang disesuaikan dengan Abad 21.  Abad 21, dimana suatu abad yang mencirikan adanya modernitas manusia.  Orang akan dianggap tertinggal manakala tidak mampu menguasai teknologi. Tidak mampu mengakses internet, dan sebagainya. 
Bahkan beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 26 sampai dengan 28 Oktober 2018, SMA Negeri 1 Patikraja telah mengadakan kegiatan IHT yang bertemakan “Kurikulum 2013 Abad 21 dan Penyusunan RPP Berbasis Lingkungan”, dan diikuti semua guru dengan antusias, terbukti setiap sesi kegiatan yang disampaikan oleh pembicara diikuti dengan cermat dan penuh semangat.  Hal ini untuk membuktikan keseriusan Bapak Shobirin Slamet S.Pd., M.Si., selaku Kepala Sekolah dan jajaran pendidik dan warga sekolah SMA Negeri 1 Patikraja siap dalam menyongsong dan menghadapi tantangan Abad 21 dengan penerapan Kurikulum 2013.
Salah satu pembicara dalam IHT ini yakni Bp. Gunawan Sudharsono, SE, S.H, M.Si.,   selaku Kepala BP2MK Wilayah V Banyumas yang menyampaikan materi mengenai “Regulasi Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Tentang Kurikulum 2013 Abad 21”.  Dalam penyampaian materinya Bapak Gunawan menyoroti mengenai perkembangan dunia pendidikan yang terjadi  dewasa ini, terutama di wilayah Jawa Tengah pada umumnya dan Kabupaten Banyumas khusunya.  Beliau menyoroti kasus di wilayah Kabupaten Banyumas yakni  terjadinya  peristiwa yang  menampar dunia pendidikan di Jawa Tengah, dimana seorang oknum  siswa telah melahirkan dan membunuh bayinya, sementara disisi lain ada seorang oknum guru yang memukul siswanya.  Dalam mengulas UU Pendidikan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Bapak Gunawan Sudharsono menyatakan bahwa tujuan pembangunan pendidikan yakni 1). Untuk mengenali potensi peserta didik (utamanya akademik dan non akademik), 2). Mewujudkan insan yang bertakwa yakni konsep :”Benar dan Pintar”.  Beliau menjelaskan dan memaparkan mengenai tahun 2.0.4.5., yang menunjukkan bahwa tahun itu adalah tahun Emas bagi bangsa Indonesia, karena Kemerdekaan Bangsa Indonesia telah mencapai usia 100 tahun.   Di mana kemungkinan calon-calon  pemimpin bangsa dan generasi muda pada saat ini berada dijenjang atau tingkat SMA termasuk di SMA Negeri 1 Patikraja.  Maka janganlah memaksanakan pada satu mapel, mungkin anak atau peserta didik punya kemampuan di bidang lain”.
Peserta didik sekarang Abad 21 adalah generasi milenia.  Generasi dimana orang disibukkan dengan berbagai macam penguasaan teknologi.  Peserta didik bukan lagi sebagai subyek yang hanya patuh pada guru yang bersifat semu.  Tapi seorang yang bisa membangun dirinya sendiri dengan bimbingan dan tuntunan dari guru.  Guru harus meninggalkan pemikiran yang negatif tentang diri siswa, yang dianggap “bodoh”, “tidak pernah paham”, suka bengal, nakal, kurang patuh dan sebagainya yang seolah-oleh menghukum perilaku peserta didik dengan tujuan menekannya.  Lalu apa yang harus dilakukan seorang guru di Abad 21 dengan Kurikulum 2013?  Sebagai guru harus selalu berfikiran yang positif terhadap perilaku peserta didik.  Tidak menghakimi dengan sebuah tindakan yang menyebabkan anak menjadi minder dan runtuh semangat belajarnya.  Oleh karena itu menurut H.D. Iriyanto (2012:36), bahwa sebagai seorang guru harus bisa bertindak sebagai mentor, yakni menunjukkan antusiasme yang tulus kepada siswa; membantu siswa menemukan hasrat untuk belajar; membimbing siswa mewujudkan target pribadi yang masuk akal; dan mendukung siswa dalam upaya menjadi apa pun yang bisa mereka capai.
            Keterbatasan peserta didik.  Keterbatasan peserta didik janganlah menjadi bahan olok-olok, atau pembahasan yang tiada ujungnya.  Mulailah dengan sebuah pernyataan, bahwa mereka adalah amanah Allah Swt., ataupun titipan orang tua kepada guru untuk dijadikan manusia yang berubah.  Dalam artian perubahan yang mengarah kepada hal yang positif dan membangun.  Sehingga ketika kembali kepada orang tua, peserta didik mengalami perubahan yang sesuai dengan harapan orang tua.  Guru harus bisa membuka tabir keterbatasan dan kekurangan peserta didik.  Menggali potensi, membangkitkan kemampuan dan kemandirian peserta didik adalah tugas guru yang profesional.  Guru yang ingin mendobrak tradisi, mendobrak kemapanan yang terbuai dengan kondisi sekarang ini, yakni adanya sertifikasi, tpp, maupun jam kerja yang padat, absensi, finjer print pagi dan finjer print sore.  Mengajar dengan cara yang sama dan berulang-ulang tanpa ada suatu tantangan untuk menggali potensi peserta didik.  Untuk itu, guru harus berani membuka tabir yang ada dalam dirinya, yakni rasa malas, rasa acuh tak acuh pada kondisi peserta didik, rasa enggan bicara dengan peserta didik.  Guru abad 21 dengan Kurikulum 2013 tidak lagi sebagai guru yang menguasai teknologi tinggi tapi pendekatan pada peserta didik masih konventional, tradisional, kaku dan memaksa.  Menurut H.D. Iriyanto (2012:39), bahwa sebagai seorang guru harus berkedudukan sebagai pencari bakat bagi murid-murid, yakni  dengan cara mengelaborasi modalitas belajar dan kecerdasan majemuk (multiple intelgence) siswa; membantu siswa mengingat kembali pengalaman positif dan prestatif; membimbing siswa mengenali lebih jauh siapa dirnya; dan mendukung  siswa dalam upaya menciptakan visi hidupnya.  
            Mungkin saja murid-murid kita banyak yang mempunyai bakat yang terpendam, bakat yang masih tersamarkan dan belum digali. Maka sebagai guru mari menggali potensi peserta didik yang masih terdiam, dan mandeg dan terpendam.  Bakat, minat, dan intelegensi yang dimiliki anak masih terdiam.  Ada yang sudah tergali namun belum maksimal.  Banyak di antara peserta didik yang baru masuk kelas sudah mengantuk.  Mungkin  saja karena keengganan menerima pelajaran, atau sungkan dan kurang percaya diri menghadapi materi pelajaran.  Ada juga yang merasa sudah puas dengan apa yanag telah disampaikan guru, apakah itu tugas, apakah itu membuka lembar kerja siswa (LKS), atau buku materi yang oleh mereka anggap tebal. 
PENUTUP
Apa yang kita dapat simpulkan daari pembahasan di atas? Sebagai seorang guru yang mengajar di Abad 21 dengan Kurikulum 2013, selain dituntut untuk menguasai teknologi pembelajaran, ataupun teknologi internet, guru harus menguasai metode, strategi dan teknik pembelajaran yang bisa merangsang peserta didik untuk mau dan mampu menguasai materi pembelajaran.  Tidak ada satupun metode pembelajaran yang sempurna, terkecuali guru memberikan bimbingan, menjadi partner peserta didik, menjadi mentor dan pencari bakat peserta didik.  Seorang guru harus bisa membuka dan mendobrak tabir kebiasaan pengajaran yang bersifat monoton, membosankan dan kurang memberikan kepuasan pada peserta didik.  Tidak ada anak atau peserta didik yang bodoh, atau kurang potensi, sehingga dianggap terhinakan.
Beberapa hal yang dapat dijadikan rujukan dan sumbangsih kepada dunia pendidikan pada umumnya dan guru pada khususnya, yakni:
a.       Sebaiknya guru memperhatikan potensi yang dimiliki peserta didik;
b.      Tidak mengabaikan dan meremehkan kemampuan potensi peserta didik yang mungkin masih terpendam;
c.       Jadilah guru yang mau berusaha untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya;
d.      Selalu berusaha untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru sehingga tidak tertinggal dari peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Iriyanto, H.D., Learning Metamorfosis, Hebat Gurunya, Dasyat Muridnya, 2012. Pen. Erlangga. Klaten.

Poerwanti Hadi P., dkk., 2016, Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XII, Pen. Erlangga, Klaten.

UU Pendidikan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

0 Response to ""SANG GURU PENDOBRAK TIRAI KEMAPANAN DI ERA GLOBALISASI”"

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel