-->

Resosialisasi dan Adaptasi Pendidikan Era New ‘Normal’ di Tengah Pandemi Covid-19





Resosialisasi dan Adaptasi Pendidikan Era New ‘Normal’ di Tengah Pandemi Covid-19 
Oleh:
Khoriskiya Novita, S.Pd.
Guru Sosiologi SMA Al Fusha Kedungwuni Pekalongan

Email: khoriskiyanovita@gmail.com (085640010131)

Abstrak

Penelitian ini memaparkan proses resosialisasi dan adaptasi pendidikan di tengah pandemi Covid-19. Penulis dalam hal ini mendeskripsikan bagaimana proses pendidikan yang terselanggara di tengah pandemi yang berada di daerah tempat tinggal penulis, tepatnya di sebuah Sekolah Swasta Islamic Boarding School Kabupaten Pekalongan. Di daerah ini status persebaran kasus positif Covid-19 termasuk dalam zona kuning, namun pendidikan yang terselenggara normal seperti awal sebelum adanya virus ini berkembang. Bagaimana proses belajar mengajar dapat berjalan hal ini mengakibatkan respon masyararakat di sekitar lembaga pendidikan berkomentar, disisi lain pemerintah telah melarang semua aktivitas termasuk belajar dan bekerja untuk dilakukan dari rumah atau melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dalam kasus ini penulis mengkaji permasalahan pendidikan era new normal dengan sudut pandang sosiologis melalui penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; 1) Dampak Covid-19 terhadap pendidikan di Indonesia, 2) Resosialisasi dan adaptasi pendidikan new ‘normal’, dan 3) Respon masyarakat terhadap pembelajaran era new normal secara langsung atau tatap muka (pembelajaran normal).

Kata kunci: Adaptasi, New Normal, Pendidikan, Resosialisasi.

 

Pendahuluan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat luas. Virus yang diidentifikasi berasal dari Wuhan, China ini telah menyebar dan menjelma menjadi wabah atau pandemi Internasional. Ratusan negara telah terpapar virus ini, tidak terkecuali Indonesia. Karena penyebaran virus ini yang begitu cepat dan menimbulkan banyak korban, maka pemerintah Indonesia segera mengambil beberapa kebijakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini. Mulai dari pembatasan sosial (sosial distancing), pembatasan jarak fisik (physical distancing), hingga himbauan untuk tetap berada di rumah dan melaksanakan segala aktivitas mulai bekerja, beribadah, dan belajar dari rumah.

Beberapa kota menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sangat membatasi mobilitas warganya. Akibatnya, hampir semua aktivitas masyarakat lumpuh, dan dapat dikatakan bahwa dampak virus corona ini telah mempengaruhi lintas sektoral mulai dari perekonomian, perdagangan, pariwisata, hingga dunia pendidikan juga merasakan dampak dari persebaran virus ini.

Di bidang pendidikan, sejak pertengahan Maret pemerintah menghentikan sementara proses kegiatan belajar mengajar dengan sistem tatap muka langsung, dan mengganti proses pembelajaran dengan menggunakan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan moda daring (online). Penerapan sistem ini berimbas pada meningkatnya penggunaan media sosial untuk menunjang proses pembelajaran jarak jauh. Berbagai macam platform media sosial bermunculan dan dimanfaatkan oleh guru maupun siswa untuk mengakses informasi dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Di sisi lain, saat pandemi ini mulai ramai isu new normal dan kasus positif semakin meningkat, muncul fenomena baru pendidikan saat memasuki tahun ajaran baru Juli 2020. Di sebuah Sekolah Swasta Islamic Boarding School Kabupaten Pekalongan tetap menjalankan aktivitas belajar mengajar normal seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut yang melatar belakangi penulis ingin memaparkan bagaimana proses pedidikan era new normal yang dilakukan secara tatap muka dan di tengah larangan pemerintah pusat. Aktivitas pembelajaran ini juga akan berdampak pada bagaimana respon masyarakat menyikapi hal tersebut.

 

Dampak Covid-19 terhadap Pendidikan di Indonesia

Berdasarkan hasil evaluasi dan survei yang dilakukan, banyak masyarakat baik dari kalangan orang tua maupun dari siswa yang mulai  merasa jenuh dengan pelaksanaan sistem pembelajaran online, terutama dari kalangan siswa yang banyak menyampaikan keluhan di berbagai media sosial terkait banyaknya tugas pembelajaran yang harus mereka upload dan laporkan kepada setiap guru mata pelajaran. Belum lagi, kendala akses jaringan internet masing-masing daerah tempat tinggal guru dan siswa yang berbeda menjadi hal yang tidak bisa dihindari dan mengakibatkan jam pembelajaran cenderung lebih tidak terbatas dibandingkan dengan pembelajaran secara langsung. Waktu istirahat guru dan siswa menjadi tidak normal karena kendala tersebut yang mengakibatkan siswa harus menyelesaikan kewajibannya di luar jam pembelajaran yang telah ditentukan.

Menyikapi hal tersebut pemerintah perlahan-lahan mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial dan sedikit demi sedikit mulai membuka akses bagi masyarakat untuk memulai aktivitas dan rutinitas mereka sehari-hari. Namun, apakah persebaran Covid-19 di Indonesia telah berakhir dan apakah kondisi benar-benar aman untuk menjalankan kehidupan normal seperti sebelumnya? Kehidupan normal harus tetap berjalan di tengah masa pandemi meskipun harus dilakukan dengan berbagai protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Aktivitas manusia di masa pandemi ini tentu saja tidak bisa disamakan dengan aktivitas normal sebelum adanya pandemi, sehingga akhir-akhir ini muncul istilah new normal dalam menjalani kehidupan ditengah pandemi Covid-19.

 

Resosialisasi dan Adaptasi Pendidikan Era New ‘Normal’

Bagaimana agar pendidikan tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19? Jika sekolah sudah mulai dibuka dan digunakan untuk melaksanakan aktivitas pembelajaran, mengingat sekolah merupakan tempat kerumunan atau berkumpulnya ratusan siswa dan guru? Tentu sekolah atau kegiatan pendidikan juga harus mampu menyesuaikan atau beradaptasi dengan kehidupan new normal. Menyikapi berbagai kondisi yang terjadi, dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, disisi lain pendidikan juga ingin tetap berlangsung secara normal. Sebuah lembaga pendidikan di Kabupaten Pekalongan tetap menjalankan aktivitasnya secara normal di tahun ajaran baru ini (2020/2021). Beberapa hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan dengan matang baik dari pengurus lembaga pendidikan, staff pengajar, dan peserta didik yaitu dengan melakukan sosialisasi tentang new normal kepada orang tua peserta didik dan peserta didik baru, dan dilanjutkan dengan melakukan adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi ini.

a.    Resosialisasi Pendidikan Era New ‘Normal’

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resosialisasi dimaknai sebagai salah satu tahapan pelayanan rehabilitasi sosial yang bertujuan agar dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosialnya. Dalam resosialisasi ini dilakukan serangkaian kegiatan untuk memfasilitasi seseorang atau sekelompok orang yang telah memperoleh layanan pemulihan psikososial agar dapat kembali dengan sebaik-baiknya.

Proses resosialisasi dilakukan untuk memperbaiki karena sosialisasi yang kurang memadai sebelumnya. Smelser (1981: 41-42)[1] mendefinisikan resosialisasi sebagai proses pembelajaran kembali peran-peran, nilai-nilai, ataupun pengetahuan. Resosialisasi membantu individu untuk menyesuaikan diri melalui pendidikan, emosi, dan persyaratan kerja dalam masyarakat yang dengan cepat dapat berubah. Smelser pun menambahkan bahwa resosialisai adalah suatu proses dimana individu mempelajari suatu keahlian dan tingkah laku yang sesuai dengan peran sosial mereka.

Menurut Goffman (1961: xiii) dalam Sunarto (2004: 29)[2], resosialisasi merupakan salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat yang didahului dengan proses desosialisasi (desocialization). Dalam proses desosialisai, seseorang mengalami “pencabutan” diri yang dimilikinya. Sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisai dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam institusi total (total institution), yaitu suatu tempat tinggal dan bekerja yang didalamnya terdalapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terputus dari kalangan masyarakat yang lebih luas untuk suatu jangka waktu tertentu dan bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur secara formal.

Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial karena tanpa interaksi sosial, sosialisasi tidak mungkin berlangsung. Menurut Vander Zande dalam Zanden (1979:75)[3], sosialisasi adalah proses interaksi sosial dimana kita mengenang cara-cara berfikir, berperasaan, dan berperilaku sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat. Karena interaksi merupakan kunci dari berlangsungnya proses sosialisai, diperlukan agen sosialisasi, yakni orang-orang di sekitar individu tersebut yang ditransmisikan nilai-nilai atau norma-norma tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen-agen sosialisasi disini, antara lain, orang tua, kakak-adik, saudara, teman sebaya, guru atau instruktur, dan lain sebagainya.

Sedangkan arti new normal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kenormalan baru atau keadaan normal yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Bagaimana dengan Pendidikan? Jika sekolah sudah mulai dibuka dan digunakan untuk melaksanakan aktivitas pembelajaran, mengingat sekolah merupakan tempat kerumunan atau berkumpulnya ratusan siswa dan guru? Jawabnya adalah tentu saja sekolah atau kegiatan pendidkan juga harus mampu menyesuaikan dan beradaptasi dengan kehidupan new normal.

Resosialisasi dalam hal ini adalah kegiatan mensosialisasikan kembali tentang kebiasaan baru yang harus dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide- ide, pola-pola dan tingkah laku dalam masyarakat dimana individu itu berada. Sosialisasi adalah proses belajar, segala sesuatu yang dipelajari individu mula-mula dipelajari dari orang lain di sekitarnya. Sosialisasi yang dilakukan berupa arahan bagaimana proses kedatangan peserta didik baru dan hingga bagaimana proses pembelajaran yang akan dilaksanakan pada saat new normal dengan pembelajaran normal.

Sosialisasi Covid-19 dilakukan secara tatap muka ataupun melalui media spanduk/banner yang dipasang di beberapa tempat strategis di sekolah yang bisa dilihat oleh siapapun. Harapannya dengan adanya sosialisasi yang dilakukan dapat menimbulkan perilaku kesadaran untuk menjalankan semua aktivitas belajar mengajar ini dengan menerapkan beberapa kebiasaan baru yang tidak boleh untuk diabaikan demi berjalannya proses pembelajaran dengan kontrol protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah. Aktivitas pembelajaran dengan protokol kesehatan harus terus dijalankan hingga virus ini benar-benar lenyap khususnya di lingkungan sekolah dan masyarakat secara luas.

Pada saat kedatangan, siswa yang boleh masuk ke dalam lingkungan sekolah harus membawa surat keterangan sehat dari dokter, serta tidak boleh diantar oleh orang tua ketika memasuki area sekolah. Orang tua boleh mengantar hanya sampai gerbang masuk. Selain itu semua siswa harus mengenakan masker ataupun face shield dan diwajibkan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di tempat-tempat yang telah disediakan di depan halaman sekolah. Jika ada orang tua atau siswa yang tidak mematuhi protokol kesehatan maka tidak boleh masuk ke sekolah, semuanya wajib mematuhi peraturan tersebut dan diawasi oleh petugas saat memasuki lingkungan sekolah.

b.   Adaptasi Pendidikan Era New ‘Normal’

Menurut Soerjono Soekanto memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi, yakni :

1.      Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

2.      Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan

3.      Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.

4.      Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan

5.      Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.

6.      Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan ataupun suatu kondisi yang diciptakan.

Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Suyono, pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipaki sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut di atas, pola adaptasi dalam penelitian kali ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat, kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.

Penyesuaian diri individu terbagi dua yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik yang sering disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial yang disebut adjustment. Adaptasi merupakan usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan kebutuhannya. Sementara adjusment merupakan penyesuaian tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya, dimana dalam lingkungan tersebut terdapat aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku dalam   lingkungan   sosial   tersebut.[4] 

Untuk   menilai   berhasil   atau tidaknya proses penyesuaian diri, ada empat kriteria yang harus digunakan yaitu sebagai berikut:

1.      Kepuasan Psikis

Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis, sedangkan yang gagal akan menimbulkan rasa tidak puas.

2.      Efisiensi Kerja

Penyesuaian diri yang berhasil akan nampak dalam kerja/kegiatan yang   efisien, sedangkan yang gagal akan nampak dalam kerja/kegiatan yang tidak efisien. Contohnya; murid yang gagal dalam pelajaran di sekolah.

3.      Gejala-gejala Fisik

Penyesuaian diri yang gagal akan nampak dalam gejala-gejala fisik seperti: pusing kepala, sakit perut, dan gangguan pencernaan.

4.      Penerimaan Sosial

Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju dari masyarakat, sedangkan yang gagal akan mendapatkan reaksi tidak setuju masyarakat.

Proses penyesuaian diri individu khususnya remaja siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu meliputi:

  1. Motif-motif sosial, motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat.
  2. Konsep diri, yaitu cara seseorang memandang dirinya sendiri, baik mencakup aspek fisik, psikologis, sosial maupun kepribadian.
  3. Persepsi, yaitu pengamatan dan penilaian seseorang terhadap obyek, peristiwa dan realitas kehidupan, baik itu melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang obyek tersebut.
  4. Sikap remaja, yaitu kecenderungan seseorang untuk beraksi kearah hal-hal yang positif atau negatif.
  5. Intelegensi dan minat. 
  6. Kepribadian.

7.      Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja yaitu sebagai berikut:

    1. Keluarga dan pola asuh, meliputi pola demokratis, permisif (kebebasan), dan otoriter.
    2. Kondisi sekolah, yaitu antara kondisi yang sehat dan tidak sehat.
    3. Kelompok sebaya, yaitu merupakan teman sepermainan.
    4. Prasangka sosial, yaitu adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap kehidupan remaja.
    5. Faktor hukum dan norma sosial, yang dimaksudkan disini adalah pelaksanaan tegaknya hukum dan norma-norma dalam masyarakat.

Faktor internal dan eksternal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Penyesuaian diri dilakukan melalui proses belajar sehingga terjadi kebiasaan untuk membiasakan tatanan kehidupan baru yang sebelumnya jarang atau bahkan tidak dilakukan sebelum adanya pandemi Covid-19 mengenai sistem pembelajaran yang lebih terkontrol baik dari segi sarana dan prasarana pada saat proses pembelajaran, hingga aktivitas baru yang dilakukan selama pembelajaran di masa pandemi.

Terkait adaptasi dunia pendidikan terhadap kehidupan new normal, beberapa standar aturan telah ditetapkan mulai yang mencakup seluruh aspek kegiatan pembelajaran meskipun diselenggarakan cara normal namun tetap harus mematuhi beberapa peraturan kebiasaan baru, seperti:

1)        Protokol bagi siswa yang hendak berangkat ke sekolah yang meliputi sebelum berangkat harus memastikan kondisi kesehatan, membawa bekal sendiri, pakaian harus bersih, menggunakan masker, langsung menuju sekolah dan tidak mampir terlebih dahulu, skrinning suhu tubuh ketika sampai di sekolah, beribadah secara bergantian dengan perlengkapan ibadah sendiri;

2)        Protokol Kesehatan bagi guru, meliputi selalu menggunakan masker atau face shield, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, melapor pada kepala sekolah jika merasa sakit, mengurang aktivitas di luar kegiatan pembelajaran, membawa bekal sendiri, beribadah secara bergantian dengan perlengkapan ibadah sendiri, selama mengajar tetap menjaga jarak dengan siswa, dan tidak memberikan tugas yang bahan/kertasnya berasal dari guru;

3)        Standar protokol kesehatan sarana prasarana sekolah, diantaranya: menyediakan alat pengukur suhu (thermo gun), menyediakan wastafel/tempat cuci tangan lengkap dengan sabun, menyediakan disinfektan, menyediakan masker cadangan, optimalisasi fungsi UKS, mengatur jarak bangku di dalam kelas, meniadakan peralatan ibadah yang digunakan secara umum, melakukan penyemprotan disinfektan terhadap fasilitas sarana prasarana sekolah;

4)        Protokol kesehatan saat pulang sekolah, seperti langsung menuju asrama sekolah tanpa mampir terlebih dahulu, menggunakan masker, sesampai di asrama lagsung mandi dan ganti pakaian.

Semua kebiasaan baru tersebut wajib dilakukan kepada seluruh siswa, pengurus lembaga pendidikan, dan staff pengajar untuk memutus rantai persebaran Covid-19 di Kabupaten Pekalongan.

 

Respon Masyarakat terhadap Pembelajaran Era New ‘Normal’

Secara resmi Pemerintah Kabupaten Pekalongan mengeluarkan surat edaran   penyelengaraan  belajar mengajar tahun 2020/2021 secara tegas tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan  Kebudayaan  Provinsi Jawa Tengah Nomor 42/07128 tentang Petunjuk panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Satuan Pendidikan SMA, SMK, dan SLB Sesuai Kebiasaan Baru di Provinsi Jawa Tengah. Di dalam surat edaran tersebut tertera bahwa adanya larangan untuk melakukan pembelajaran secara tatap muka melainkan harus melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Respon masyarakat terhadap pembelajaran  era new ‘normal’ di  sekitar sekolah tentu bervariasi. Masyarakat secara umum masih diselimuti rasa takut untuk menjalankan aktivitas di luar rumah sejak adanya pandemi Covid-19. Namun, seiring berjalannya waktu  rasa jenuh beraktivitas dari rumah mulai muncul, khususnya dalam hal ini adalah di bidang pendidikan.  Setelah dilakukan penelitian oleh penulis terhadap pengurus lembaga pendidikan, staff pengajar (guru), siswa, dan wali murid di sekolah tersebut  menghasilkan informasi bahwa  mereka tidak merasa keberatan jika siswa baru  maupun yang sudah lama  tetap beraktivitas secara normal seperti kondisi sebelum adanya  persebaran virus ini. Orang tua  wali murid menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah mengenai proses pendidikan  yang terselenggara di era new normal ini. Segala hal yang akan terjadi telah disepakati di dalam surat pernyataan kesediaan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah berasrama ini.  Lantas bagaimana dengan peraturan pemerintah? Ternyata terjawab sudah pemerintah Kabupaten Pekalongan pun mengizinkan sekolah ini, sehingga pembelajaran bisa terselenggara secara normal meskipun  di lembaga pendidikan pada umumnya masih diselenggarakan secara daring (online).


Daftar Pustaka

George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi ke 6 (Jakarta: KENCANA Prenada Media Group.

Goffman, Erving. (1963). Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity. Prentice-Hall Englewood Cliffs, New Jersey.

Smelser, Neil J. (1981). Sociology. Englewood Cliffs, Nj.: Prentice Hall.

Sunarto, Kumanto. (2004). Pengantar Sosiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Zanden, J.W. (1979). Sociology. New York: John Wiley and Sons.




[1] Smelser, Neil J. (1981). Sociology. Englewood Cliffs, Nj.: Prentice Hall.

[2] Goffman, Erving. (1963). Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity. Prentice-Hall Englewood Cliffs, New Jersey.

[3] Zanden, J.W. (1979). Sociology. New York: John Wiley and Sons.

 

[4] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan,(Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 162-164.


0 Response to "Resosialisasi dan Adaptasi Pendidikan Era New ‘Normal’ di Tengah Pandemi Covid-19 "

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel